Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengumumkan rencana strategis yang ambisius untuk meningkatkan kapasitas pembangkit listrik berbasis energi terbarukan (EBT) secara signifikan di Indonesia. Targetnya adalah mencapai 20,9 GW pada tahun 2030. Rencana jangka panjang ini merupakan bagian integral dari upaya pemerintah Indonesia untuk mencapai target bauran energi terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025 dan mewujudkan emisi nol bersih (Net Zero Emission/NZE) pada tahun 2060, atau bahkan lebih cepat. Inisiatif ini menandai langkah krusial dalam transisi energi nasional menuju masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan, sejalan dengan komitmen global untuk mitigasi perubahan iklim.

Strategi Utama Pengembangan EBT Nasional

Dalam implementasi rencana jangka panjang ini, Kementerian ESDM akan memfokuskan pengembangan pada berbagai jenis EBT yang memiliki potensi besar di Indonesia. Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM, Agung Pribadi, menjelaskan bahwa terdapat tiga strategi utama yang akan diterapkan guna mewujudkan target kapasitas EBT tersebut. Strategi-strategi ini mencakup optimalisasi pemanfaatan potensi EBT domestik yang sangat melimpah, khususnya tenaga air dan surya, serta mendorong investasi dan inovasi dalam teknologi EBT yang relevan.

"Kami akan mengoptimalkan pemanfaatan potensi EBT domestik yang sangat melimpah, khususnya tenaga air dan tenaga surya. Selain itu, kami juga akan mendorong investasi dan inovasi dalam teknologi EBT," jelas Agung Pribadi.

Strategi pertama Kementerian ESDM adalah meningkatkan kapasitas pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH). Hingga tahun 2030, kapasitas gabungan dari kedua jenis pembangkit ini ditargetkan mencapai sekitar 10,4 GW. Pemanfaatan sumber daya air sebagai energi terbarukan ini sangat vital, mengingat Indonesia memiliki potensi hidropower yang besar, menjadikannya tulang punggung dalam penyediaan listrik bersih nasional. Proyek-proyek besar yang menjadi prioritas meliputi PLTA Kayan di Kalimantan Utara dengan potensi mencapai 9.000 MW dan PLTA Jatigede di Jawa Barat yang memiliki kapasitas 110 MW.

Strategi kedua berfokus pada akselerasi pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Dengan potensi energi matahari yang melimpah sepanjang tahun karena posisi Indonesia di garis khatulistiwa, target kapasitas PLTS ditetapkan sebesar 3,7 GW hingga tahun 2030. Pengembangan ini mencakup berbagai jenis instalasi, termasuk PLTS terapung di permukaan air dan PLTS atap yang dipasang pada bangunan. Untuk mendukung pencapaian target ini, pemerintah berupaya mempermudah proses perizinan dan menyediakan berbagai insentif, baik untuk pengembangan PLTS skala besar maupun proyek-proyek PLTS rumah tangga yang lebih kecil. Langkah ini diharapkan dapat mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam transisi energi.

Strategi ketiga melibatkan pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP). Indonesia diakui sebagai negara dengan potensi panas bumi terbesar kedua di dunia, dengan perkiraan cadangan mencapai sekitar 28 GW. Dari potensi kolosal ini, target kapasitas PLTP hingga tahun 2030 adalah 3,3 GW. Pemanfaatan panas bumi sangat strategis karena dianggap sebagai sumber EBT yang paling stabil dan dapat beroperasi secara berkelanjutan selama 24 jam sehari, tidak seperti energi surya atau angin yang intermiten. Proyek-proyek utama seperti PLTP Sarulla dan PLTP Dieng akan terus dikembangkan untuk mewujudkan target kapasitas yang telah ditetapkan.

Selain ketiga pilar strategi utama di atas, Kementerian ESDM juga berkomitmen untuk mengembangkan jenis EBT lainnya, mencakup biomassa, tenaga angin, dan energi laut. Secara kolektif, target kapasitas untuk sumber-sumber EBT diversifikasi ini adalah 3,5 GW hingga tahun 2030. Pengembangan beragam sumber energi ini sangat penting untuk menciptakan diversifikasi portofolio energi nasional dan secara progresif mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Selain itu, inisiatif ini juga diharapkan membuka peluang investasi baru yang signifikan dan menciptakan banyak lapangan kerja di sektor energi terbarukan.

Tantangan dan Komitmen Pemerintah

Namun, realisasi target ambisius ini tidak lepas dari berbagai tantangan signifikan yang perlu diatasi. Salah satu hambatan utama adalah biaya investasi yang tinggi untuk pembangunan infrastruktur EBT, serta kebutuhan akan pengembangan teknologi yang lebih lanjut agar lebih efisien dan terjangkau. Menyadari kompleksitas ini, Agung Pribadi menekankan perlunya kolaborasi yang kuat dari berbagai pihak.

"Kami menyadari bahwa dibutuhkan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk mengatasi tantangan ini. Regulasi yang mendukung dan skema pendanaan yang inovatif menjadi kunci sukses," jelas Agung Pribadi.

Sebagai respons, pemerintah berkomitmen penuh untuk menciptakan lingkungan investasi yang kondusif dan menarik bagi pengembangan EBT. Upaya ini mencakup penyederhanaan proses perizinan yang selama ini sering menjadi kendala, pemberian insentif fiskal yang menarik, serta penjaminan harga jual listrik EBT yang kompetitif untuk memastikan kelayakan ekonomi proyek. Lebih lanjut, pembangunan kerangka hukum yang jelas dan stabil menjadi prioritas utama untuk menumbuhkan kepercayaan dan menarik minat investor, baik domestik maupun asing. Dengan demikian, target kapasitas 20,9 GW pada tahun 2030 bukan hanya sekadar angka, melainkan cerminan nyata dari komitmen kuat Indonesia menuju masa depan energi yang lebih bersih, berkelanjutan, dan mandiri.

Secara keseluruhan, strategi Kementerian ESDM untuk meningkatkan porsi EBT di Indonesia berlandaskan beberapa pilar utama:

  • Target peningkatan kapasitas pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan mikrohidro (PLTMH) mencapai 10,4 GW pada 2030.
  • Akselerasi pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dengan target kapasitas 3,7 GW pada 2030.
  • Pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) hingga 3,3 GW pada 2030.
  • Diversifikasi EBT lainnya, seperti biomassa, tenaga angin, dan energi laut, dengan target kolektif 3,5 GW pada 2030.
  • Pencapaian total kapasitas EBT sebesar 20,9 GW pada tahun 2030 sebagai langkah strategis menuju target bauran energi terbarukan 23% pada 2025.
  • Komitmen kuat Indonesia untuk mencapai emisi nol bersih (Net Zero Emission/NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat.