Indonesia berkomitmen kuat pada transformasi energi berkelanjutan, dengan hidrogen bersih sebagai salah satu pilar utamanya. Melalui Peta Jalan Hidrogen Nasional, pemerintah berambisi menjadikan Indonesia pemain kunci dalam revolusi hidrogen global, memanfaatkan kekayaan sumber daya alam untuk mengurangi emisi, mencapai kemandirian energi, dan mendorong pertumbuhan ekonomi hijau.
Potensi dan Peluang Hidrogen Bersih di Indonesia
Indonesia memiliki sumber daya terbarukan melimpah—panas bumi, tenaga air, surya, dan angin—yang esensial untuk produksi hidrogen bersih (hijau) berbiaya rendah. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memproyeksikan potensi produksi hidrogen bersih Indonesia mencapai 17,4 juta ton per tahun (Mtpa) pada 2030. Angka ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu produsen terbesar di Asia, mampu memenuhi kebutuhan domestik sekaligus menjadi eksportir hidrogen bersih.
Selain hidrogen hijau, potensi hidrogen biru juga signifikan. Cadangan gas alam yang besar, didukung teknologi Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) yang terus dikembangkan, memungkinkan Indonesia memproduksi hidrogen biru dengan emisi rendah. Kombinasi hidrogen hijau dan biru dapat menciptakan portofolio energi hidrogen yang kuat dan adaptif.
Pasar hidrogen global diproyeksikan tumbuh pesat, bernilai triliunan dolar dalam beberapa dekade mendatang. Dengan potensi produksi yang besar, Indonesia dapat meraih pangsa pasar substansial. Pengembangan industri hidrogen bersih diperkirakan menciptakan jutaan lapangan kerja baru, mulai dari manufaktur elektroliser, instalasi infrastruktur, hingga operasional fasilitas produksi dan distribusi. Investasi asing langsung (FDI) juga berpeluang besar masuk, mendorong transfer teknologi, dan memperkuat rantai pasok domestik. Pemerintah aktif menjajaki kerja sama internasional dengan Jepang, Korea Selatan, dan Jerman yang memiliki permintaan hidrogen tinggi serta teknologi canggih.
Tantangan dan Strategi Pengembangan Hidrogen di Indonesia
Pengembangan hidrogen bersih di Indonesia menghadapi beberapa tantangan signifikan. Tantangan utama meliputi tingginya biaya produksi, kebutuhan infrastruktur penyimpanan dan transportasi yang masif, serta kerangka regulasi yang belum sepenuhnya matang. Selain itu, pengembangan industri ini memerlukan peningkatan kapasitas sumber daya manusia.
- Biaya Produksi dan Skalabilitas: Biaya produksi hidrogen hijau saat ini masih lebih tinggi dari hidrogen abu-abu. Pemerintah menargetkan penurunan biaya hidrogen hijau hingga di bawah US$ 2 per kilogram (kg) pada 2030, didukung investasi litbang dan insentif.
- Infrastruktur: Pembangunan infrastruktur hidrogen, seperti pipa, fasilitas penyimpanan, dan stasiun pengisian, memerlukan investasi besar dan perencanaan matang demi keamanan serta efisiensi transportasi.
- Regulasi dan Kebijakan: Kerangka regulasi yang jelas dan konsisten, termasuk standar emisi, sertifikasi hidrogen bersih, serta insentif fiskal dan non-fiskal, sangat krusial untuk menarik investasi dan menciptakan kepastian hukum.
- Kapasitas Sumber Daya Manusia: Industri hidrogen yang canggih membutuhkan tenaga kerja terampil khusus. Investasi dalam pendidikan dan pelatihan vokasi penting untuk membangun kapasitas SDM domestik.
Untuk mengatasi tantangan ini dan memaksimalkan potensi, Indonesia mengimplementasikan berbagai strategi:
- Investasi dalam Penelitian dan Pengembangan: Pemerintah bekerja sama dengan institusi riset dan swasta untuk mengembangkan teknologi produksi, penyimpanan, dan pemanfaatan hidrogen yang lebih efisien dan terjangkau.
- Kemitraan Internasional: Aliansi strategis dengan negara maju dan perusahaan teknologi global diperkuat untuk mempercepat transfer pengetahuan dan investasi, contohnya studi kelayakan proyek hidrogen hijau di Kawasan Industri Hijau Kalimantan Utara dengan potensi 100 GW energi terbarukan.
- Pengembangan Regulasi yang Mendukung: Penyusunan regulasi komprehensif, termasuk standar teknis, skema insentif, dan kerangka kerja perizinan, bertujuan menciptakan lingkungan investasi yang kondusif.
- Proyek Percontohan dan Demonstrasi: Pelaksanaan proyek percontohan menunjukkan kelayakan teknologi hidrogen di berbagai sektor seperti transportasi, industri, dan pembangkit listrik, memberikan data berharga untuk pengembangan skala lebih besar.
“Pemerintah Indonesia secara aktif mengintegrasikan teknologi hidrogen ke dalam kebijakan energi nasional. Dengan cadangan gas alam yang besar dan potensi energi terbarukan yang melimpah, kami optimis dapat menjadi pemain kunci dalam rantai pasok hidrogen global,” tegas Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam pertemuan di Tokyo.
Visi Indonesia melampaui produksi semata, yaitu membangun ekosistem hidrogen terintegrasi dari produksi hingga pemanfaatan akhir, untuk pasar domestik dan ekspor, sebagai langkah strategis menuju masa depan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Implementasi dan Visi Jangka Panjang Ekosistem Hidrogen
Pemerintah telah memulai persiapan ekosistem hidrogen melalui berbagai proyek percontohan. Salah satu inisiatif penting adalah proyek hidrogen hijau yang didukung PT PLN (Persero), menargetkan produksi 200 kg/hari dari delapan lokasi berbeda. Proyek ini diharapkan mampu menghasilkan 150 ton hidrogen per tahun untuk kebutuhan operasional pembangkit listrik dan sektor lainnya. Studi kelayakan juga mengonfirmasi potensi besar Indonesia untuk memproduksi hidrogen hijau dengan biaya kompetitif, didukung melimpahnya sumber energi terbarukan seperti panas bumi dan tenaga air.
Kementerian ESDM memperkirakan puncak permintaan hidrogen bersih domestik akan mencapai 4,4 juta ton per tahun (Mtpa) pada 2060, didorong oleh sektor industri, transportasi, dan pembangkit listrik. Untuk memenuhi kebutuhan ini, kapasitas produksi akan ditingkatkan secara signifikan, dengan mayoritas berasal dari hidrogen hijau.
Pengembangan hidrogen bersih juga krusial untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada 2060. Hidrogen diharapkan memainkan peran sentral dalam dekarbonisasi sektor sulit diatasi emisi (hard-to-abate sectors), seperti industri berat dan transportasi jarak jauh. Selain itu, pemerintah berinvestasi dalam teknologi Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS) sebagai pelengkap produksi hidrogen biru, dengan proyek-proyek sedang dikembangkan di lokasi seperti Lapangan Gas Tangguh, Cirebon, dan Sukowati, berpotensi menyimpan puluhan hingga ratusan juta ton CO2.
Kolaborasi internasional menjadi pilar penting dalam mewujudkan visi ini. Indonesia aktif menjalin kemitraan dengan negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan Jerman untuk menarik investasi, transfer teknologi, dan pengembangan standar bersama. Jepang, misalnya, telah menunjukkan minat kuat untuk mengimpor hidrogen bersih dari Indonesia.
Visi jangka panjang Indonesia adalah menjadi hub hidrogen regional, tidak hanya memenuhi kebutuhan domestik tetapi juga menjadi eksportir utama ke pasar Asia Tenggara dan Asia Timur. Melalui strategi komprehensif, dukungan pemerintah, dan kolaborasi multipihak, Indonesia berada di jalur yang tepat untuk merealisasikan potensi hidrogen bersihnya, mendorong transisi energi, dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
- Indonesia berkomitmen kuat pada transisi energi berkelanjutan, menempatkan hidrogen bersih sebagai pilar utama dengan target menjadi pemain kunci global.
- Negara ini memiliki potensi besar untuk produksi hidrogen hijau (17,4 Mtpa pada 2030) berkat sumber daya terbarukan melimpah, dan hidrogen biru dengan teknologi CCUS.
- Tantangan utama meliputi biaya produksi tinggi (target <US$2/kg pada 2030), kebutuhan infrastruktur, regulasi yang matang, serta pengembangan kapasitas SDM.
- Strategi pemerintah fokus pada investasi litbang, kemitraan internasional, penyusunan regulasi yang mendukung, dan implementasi proyek percontohan.
- Proyek percontohan seperti milik PLN sedang berjalan (target 150 ton/tahun), sejalan dengan proyeksi permintaan domestik 4,4 Mtpa pada 2060.
- Pengembangan hidrogen bersih krusial untuk pencapaian target Net Zero Emission (NZE) 2060 dan dekarbonisasi sektor sulit diatasi emisi.